Pertanyaan Sama Jawaban Berbeda | Bilamana Berdoa
Minggu, 14 November 2010
Comment
Sebenarnya dibalik antara kejeniusan dan kejenakaan Abu Nawas, ia adalah seorang ulama yang alim.
Tak begitu heran jika Abu Nawas mempunyai banyak murid.
Nah diantara sekian banyak muridnya, ada seorang yang hampir selalu menanyakan kenapa Abu Nawas mengatakan ini dan itu.
Suatu ketika ada 3 orang tamu yang bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama namun jawabannya selalu berbeda.
Orang pertama bertanya,
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa besar ataukah yang mengerjakan dosa kecil?" tanya orang pertama.
"Orang yang mengerjakan dosa kecil." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" tanya orang pertama tadi.
"Sebab lebih mudah di ampuni oleh Alloh." kata Abu Nawas.
Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu.
Orang yang kedua bertanya dengan pertanyaan sama.
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa besar atau orang mengerjakan dosa kecil?"
"Orang yang tidak mengerjakan keduanya." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" tanya orang kedua.
"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan Alloh." jawab Abu Nawas.
Orang kedua itu langsung bisa mencerna jawaban dari Abu Nawas.
Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama.
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa kecil?"
"Orang yang mengerjakan dosa besar." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" tanya orang ketiga.
"Sebab pengampunan Alloh kepada hambaNya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu." jawab Abu Nawas.
Orang ketiga menerima alasan Abu Nawas.
Akhirnya ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas.
Karena belum mengerti, seorang murid Abu Nawas bertanya.
"Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa memberikan jawaban yang berbeda?" tanya muridnya.
"Manusia dibagi menjadi 3 tingkatan.
Tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati." jawab Abu Nawas.
"Apakah tingkatan mata itu?" tanya muridnya.
"Anak kecil yang melihat bintang di langit, ia mengatakan bahwa bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata." jawab Abu Nawas.
"Apakah tingkatan otak itu?" tanya muridnya.
"Orang pandai yang melihat bintang di langit, ia akan mengatakan bahwa bintang itu besar karena ia berpengetahuan." jawab Abu Nawas.
"Lalu apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas.
"Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit, ia akan tetap mengatakan bahwa bintang itu kecil walaupun ia tahu kalau bintang itu besar.
Karena bagi orang yang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan ke-Maha Besaran Alloh SWT." jawab Abu Nawas.
Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda.
Murid Abu Nawas bertanya lagi.
Uh ini murid tanya mulu ya.
Maklum namanya juga murid.
Bertanyalah sebelum tersesat di jalan hehe.
"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?" tanya muridnya.
"Mungkin." jawab Abu Nawas.
"Bagaimana caranya?" tanya si murid penasaran.
"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa." jawab Abu Nawas.
"Ajarkan pujian dan doa itu padaku wahai guru." pinta muridnya.
"Doa itu adalah:
Ilahi lastu lil firdausi ahla, walaa aqwa 'alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fainnaka ghafiruz dzanbil 'adhimi." jawab Abu Nawas.
Arti doa tersebut adalah:
"Wahai Tuhanku, aku ini sama sekali tidak pantas menjadi penghuni surgaMu, tetapi aku juga tidak tahan terhadap panasnya api neraka.
Oleh sebab itu terimalah taubatku serta ampunilah dosa-dosaku.
Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar."
Suatu pujian sekaligus doa yang bagus untuk diucapkan tiap hari sob.
Tahukah sobat, orang yang pandai lagi berilmu pastilah meneteskan air mata jika mereka mengucapkan doa ini.
Ataukah sobat sendiri pernah mengalaminya kala bermunajat tengah malam sambil mengucapkan doa ini.
Kisah Abu Nawas ini menurutku sangat mendidik.
Pada tingkatan manakah sobat-sobat ini semua?
Apakah di tingkatan mata, otak atau hati.
Otak saja tanpa hati serasa kejam bagaikan singa tanpa mengenal ampun ke sesama.
Sungguh Alloh Maha Besar.
Sungguh benar Maha Benar Alloh dengan segala FirmanNya.
Tak begitu heran jika Abu Nawas mempunyai banyak murid.
Nah diantara sekian banyak muridnya, ada seorang yang hampir selalu menanyakan kenapa Abu Nawas mengatakan ini dan itu.
Suatu ketika ada 3 orang tamu yang bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama namun jawabannya selalu berbeda.
Orang pertama bertanya,
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa besar ataukah yang mengerjakan dosa kecil?" tanya orang pertama.
"Orang yang mengerjakan dosa kecil." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" tanya orang pertama tadi.
"Sebab lebih mudah di ampuni oleh Alloh." kata Abu Nawas.
Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu.
Orang yang kedua bertanya dengan pertanyaan sama.
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa besar atau orang mengerjakan dosa kecil?"
"Orang yang tidak mengerjakan keduanya." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" tanya orang kedua.
"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan Alloh." jawab Abu Nawas.
Orang kedua itu langsung bisa mencerna jawaban dari Abu Nawas.
Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama.
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa kecil?"
"Orang yang mengerjakan dosa besar." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" tanya orang ketiga.
"Sebab pengampunan Alloh kepada hambaNya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu." jawab Abu Nawas.
Orang ketiga menerima alasan Abu Nawas.
Akhirnya ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas.
Karena belum mengerti, seorang murid Abu Nawas bertanya.
"Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa memberikan jawaban yang berbeda?" tanya muridnya.
"Manusia dibagi menjadi 3 tingkatan.
Tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati." jawab Abu Nawas.
"Apakah tingkatan mata itu?" tanya muridnya.
"Anak kecil yang melihat bintang di langit, ia mengatakan bahwa bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata." jawab Abu Nawas.
"Apakah tingkatan otak itu?" tanya muridnya.
"Orang pandai yang melihat bintang di langit, ia akan mengatakan bahwa bintang itu besar karena ia berpengetahuan." jawab Abu Nawas.
"Lalu apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas.
"Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit, ia akan tetap mengatakan bahwa bintang itu kecil walaupun ia tahu kalau bintang itu besar.
Karena bagi orang yang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan ke-Maha Besaran Alloh SWT." jawab Abu Nawas.
Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda.
Murid Abu Nawas bertanya lagi.
Uh ini murid tanya mulu ya.
Maklum namanya juga murid.
Bertanyalah sebelum tersesat di jalan hehe.
"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?" tanya muridnya.
"Mungkin." jawab Abu Nawas.
"Bagaimana caranya?" tanya si murid penasaran.
"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa." jawab Abu Nawas.
"Ajarkan pujian dan doa itu padaku wahai guru." pinta muridnya.
"Doa itu adalah:
Ilahi lastu lil firdausi ahla, walaa aqwa 'alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fainnaka ghafiruz dzanbil 'adhimi." jawab Abu Nawas.
Arti doa tersebut adalah:
"Wahai Tuhanku, aku ini sama sekali tidak pantas menjadi penghuni surgaMu, tetapi aku juga tidak tahan terhadap panasnya api neraka.
Oleh sebab itu terimalah taubatku serta ampunilah dosa-dosaku.
Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar."
Suatu pujian sekaligus doa yang bagus untuk diucapkan tiap hari sob.
Tahukah sobat, orang yang pandai lagi berilmu pastilah meneteskan air mata jika mereka mengucapkan doa ini.
Ataukah sobat sendiri pernah mengalaminya kala bermunajat tengah malam sambil mengucapkan doa ini.
Kisah Abu Nawas ini menurutku sangat mendidik.
Pada tingkatan manakah sobat-sobat ini semua?
Apakah di tingkatan mata, otak atau hati.
Otak saja tanpa hati serasa kejam bagaikan singa tanpa mengenal ampun ke sesama.
Sungguh Alloh Maha Besar.
Sungguh benar Maha Benar Alloh dengan segala FirmanNya.
0 Response to "Pertanyaan Sama Jawaban Berbeda | Bilamana Berdoa"
Posting Komentar