Memeras Pemeras
Sabtu, 05 Februari 2011
Kisah Abu Nawas kali ini mencoba menyuguhkan tentang cara Abu Nawas untuk memeras pemeras, seorang pegawai pemerintah yang telah berani mencoba memeras Abu Nawas.
Jangan ditiru ya tabiat dari pegawai pemerintahan yang satu ini.
Kisahnya..
Al Kisah pada waktu itu banyak sekali rakyat jelata yang ingin mendapatka hadiah besar dari Sang Raja.
Karena sudah menjadi aturan kerajaan, bagi siapa saja yang bisa membawakan berita bagus untuk Raja, maka ia akan mendapat hadiah yang sangat besar.
Tentu saja harulah Baginda senang mendengaranya...
Kalau tidak....Pancung hukumannya.
Dari itu, tidak semua orang berani begitu saja menghadap dan menyampaikan berita hangat kepada Baginda.
Ha ha... ini si Abu Nawas sukanya mencari uang untuk dibagikan kaum fakir miskin, mulai tergerak hatinya karena tetangga sebelah rumah banyak yang fakir dengan gaji pas-pasan lagi.
Memang Abu Nawas ini terkenal sebagau manusia dengan segudang ide.
Dia bermaksud ke istana untuk menyampaikan sebuah berita yang amat menarik.
Abu Nawas yakin kalau yang akan disampaikannya pasti akan membuat Baginda girang, karena berita ini jarang diketahui orang.
Di suatu pagi yang cerah, Abunawas berangkat sendirianmenuju istana.
Tetapi semuanya tidak seperti yang dibayangkan semula karena ia harus berhadapan dengan pengawal, penjaga pintu gerbang istana.
Penjaga itu yakin bahwa Abunawas adalah orang yang sangat cerdik, bahkan paling cerdik di negerinya.
Dari itu, tidak mungkinlah Abunawas gagal untuk menyenangkan hati Baginda, guman si penjaga gerbang.
Penjaga itu berlagak acuh tak acuh berkata kepada Abu Nawas.
"Wahai Abunawas, engkau akan aku ijinkan masuk asalkan engkau berjanji terlebih dahulu kepadaku," kata penjaga pintu gerbang itu.
"Janji apa?" Abunawas pura-pura tak tahu.
"Engkau harus berjanji kepadaku bahwa apapun hadiah yang engkau terima harus dibagi sama rata denganku," kata penjaga pintu gerbang istana.
"Baiklah...," kata Abu Nawas jengkel.
Setelah Abu Nawas menjanjikan separo hadiah yang akan diterimanya dari Baginda barulah penjaga itu mengijinkan Abunawas masuk.
Kejengkelan Abu Nawas terhadap penjaga gerbang yang nakal ini berubah menjadi dendam yang berkobar-kobar.
Akhirnya Abu Nawas mempunyai ide untuk memberikan pelajaran berharga buat pengawal, penjaga pintu gerbang istana itu.
Setelah masuk istana, Baginda Raja Harun al-Rasyid merasa sangat senang.
Rasa senang ini sampai ke lubuk hatinya yang paling dalam.
Setelah Abu Nawas menyampaikan berita yang amat langka dan jarang diketahui oelh manusia, Baginda pun mersa sangat senang dan puas.
Baginda merasa belum pernah mendengarnya, hingga seolah-olah ia telah menjadi orang yang paling beruntung di dunia.
"Wahai Abu Nawas, kali ini tentukanlah sendiri hadiah yang engkau inginkan," kata Baginda.
"Terima kasih, paduka junjungan hamba.
Bila diperkenankan memilih hadiah, maka hamba meminta seratus cambukan," jawab Abu Nawas.
Tentu saja Baginda bertanya-tanya dalam hati, merasa kaget dan heran.
Tetapi Baginda yakin bahwa Abu Nawas pasti mempunyai maksud tertentu di balik itu.
Dari itu, Baginda memanggil algojo kerajaan dan berpesan jangan terlalu keras kalau mencambuk Abu Nawas.
Algojo sudah siap dengan cambuk di tangan.
Abu Nawas dipersilahkan maju.
Sesuai dengan pesan dari Baginda, algojo itu mencambuk Abu Nawas dengan pelan.
Tepat pada hitungan ke limapuluh Abu Nawas berteriak,
"Berhenti....!!!"
Baginda kaget.
Beliau bertanya kepada Abu Nawas.
"Mengapa engkau minta hukuman cambuk dihentikan. Bukankah engkau sendiri yang memintanya?" kata Baginda belum mengerti.
"Paduka yang mulia, sebenarnya penjag pintu gerbang istana telah melarang hamba untuk masuk kecuali hamba mau berjanji membagi sama rata hadiah apapun yang akan hamba terima.
Kini hamba mohon sisa hukuman itu dibebankan kepada penjaga pintu gerbang itu, wahai Paduka yang mulia," kata Abu nawas menjelaskan.
Haa...
Bukan kepalang murka Baginda.
Tanpa banyak bicara lagi, pengwal itu dipanggil untuk masuk.
Baginda berpesan kepada algojo untuk melanjutkan hukuman lecut kepada pengawal yang zalim itu dengan sabetan yang sangat keras, sekeras-kerasnya.
Algojo dengan suka cita menerima titah Baginda.
Tak mengherankan jika pengawal itu hampir pingsan terkena lecutan keras itu.
Abu Nawas merasa sangat senang berbagi lecutan dengan pengawal ini.
Namun demikian, Abu Nawas belum juga puas,karena harusnya dia mendapat hadiah dari Baginda.
Hari berikutnya, Abu Nawas menemui pengawal itu dan berkata,
"Tahukah engkau apa yang bisa akulakukan terhadap dirimu kapanpun aku mau?" ancam Abu Nawas.
"Tidak," jawab pengawal itu ketakutan.
"Karena engkaulah aku tidak membawa hadiah apa-apa kecuali lecutan. Kalau engkau tidak mau mengganti hadiah yang mestinya aku terima maka aku akan mengadukan kepada Baginda," kata Abu Nawas yang mengetahui kalau pengawal ini suka terima suap juga dari orang lain.
Karena takut, maka pengawal itu bersedia menjual ladang hasil kecurangannya di masa lalu.
Dan selanjutnya ia memohon kepada Abu Nawas agar tidak mencelakakan dirinya lagi.
Abunawaspun setuju.
Akhirnya....
Dengan dari hasil penjualan ladang milik pengawal, uangnya dibagikan kepada yang membutuhkan, terutama tetangganya yang miskin tadi.
Agaknya masih bisa dilanjutkan, lain kali ketemu dengan Cerita ABU NAWAS yang lain.
(maaf jika ada kata yang kurang berkenan dan menyinggung hati para pembaca.
Ini hanya sebuah Kisah, cerita dan dongeng belaka).
Jangan ditiru ya tabiat dari pegawai pemerintahan yang satu ini.
Kisahnya..
Al Kisah pada waktu itu banyak sekali rakyat jelata yang ingin mendapatka hadiah besar dari Sang Raja.
Karena sudah menjadi aturan kerajaan, bagi siapa saja yang bisa membawakan berita bagus untuk Raja, maka ia akan mendapat hadiah yang sangat besar.
Tentu saja harulah Baginda senang mendengaranya...
Kalau tidak....Pancung hukumannya.
Dari itu, tidak semua orang berani begitu saja menghadap dan menyampaikan berita hangat kepada Baginda.
Ha ha... ini si Abu Nawas sukanya mencari uang untuk dibagikan kaum fakir miskin, mulai tergerak hatinya karena tetangga sebelah rumah banyak yang fakir dengan gaji pas-pasan lagi.
Memang Abu Nawas ini terkenal sebagau manusia dengan segudang ide.
Dia bermaksud ke istana untuk menyampaikan sebuah berita yang amat menarik.
Abu Nawas yakin kalau yang akan disampaikannya pasti akan membuat Baginda girang, karena berita ini jarang diketahui orang.
Di suatu pagi yang cerah, Abunawas berangkat sendirianmenuju istana.
Tetapi semuanya tidak seperti yang dibayangkan semula karena ia harus berhadapan dengan pengawal, penjaga pintu gerbang istana.
Penjaga itu yakin bahwa Abunawas adalah orang yang sangat cerdik, bahkan paling cerdik di negerinya.
Dari itu, tidak mungkinlah Abunawas gagal untuk menyenangkan hati Baginda, guman si penjaga gerbang.
Penjaga itu berlagak acuh tak acuh berkata kepada Abu Nawas.
"Wahai Abunawas, engkau akan aku ijinkan masuk asalkan engkau berjanji terlebih dahulu kepadaku," kata penjaga pintu gerbang itu.
"Janji apa?" Abunawas pura-pura tak tahu.
"Engkau harus berjanji kepadaku bahwa apapun hadiah yang engkau terima harus dibagi sama rata denganku," kata penjaga pintu gerbang istana.
"Baiklah...," kata Abu Nawas jengkel.
Setelah Abu Nawas menjanjikan separo hadiah yang akan diterimanya dari Baginda barulah penjaga itu mengijinkan Abunawas masuk.
Kejengkelan Abu Nawas terhadap penjaga gerbang yang nakal ini berubah menjadi dendam yang berkobar-kobar.
Akhirnya Abu Nawas mempunyai ide untuk memberikan pelajaran berharga buat pengawal, penjaga pintu gerbang istana itu.
Setelah masuk istana, Baginda Raja Harun al-Rasyid merasa sangat senang.
Rasa senang ini sampai ke lubuk hatinya yang paling dalam.
Setelah Abu Nawas menyampaikan berita yang amat langka dan jarang diketahui oelh manusia, Baginda pun mersa sangat senang dan puas.
Baginda merasa belum pernah mendengarnya, hingga seolah-olah ia telah menjadi orang yang paling beruntung di dunia.
"Wahai Abu Nawas, kali ini tentukanlah sendiri hadiah yang engkau inginkan," kata Baginda.
"Terima kasih, paduka junjungan hamba.
Bila diperkenankan memilih hadiah, maka hamba meminta seratus cambukan," jawab Abu Nawas.
Tentu saja Baginda bertanya-tanya dalam hati, merasa kaget dan heran.
Tetapi Baginda yakin bahwa Abu Nawas pasti mempunyai maksud tertentu di balik itu.
Dari itu, Baginda memanggil algojo kerajaan dan berpesan jangan terlalu keras kalau mencambuk Abu Nawas.
Algojo sudah siap dengan cambuk di tangan.
Abu Nawas dipersilahkan maju.
Sesuai dengan pesan dari Baginda, algojo itu mencambuk Abu Nawas dengan pelan.
Tepat pada hitungan ke limapuluh Abu Nawas berteriak,
"Berhenti....!!!"
Baginda kaget.
Beliau bertanya kepada Abu Nawas.
"Mengapa engkau minta hukuman cambuk dihentikan. Bukankah engkau sendiri yang memintanya?" kata Baginda belum mengerti.
"Paduka yang mulia, sebenarnya penjag pintu gerbang istana telah melarang hamba untuk masuk kecuali hamba mau berjanji membagi sama rata hadiah apapun yang akan hamba terima.
Kini hamba mohon sisa hukuman itu dibebankan kepada penjaga pintu gerbang itu, wahai Paduka yang mulia," kata Abu nawas menjelaskan.
Haa...
Bukan kepalang murka Baginda.
Tanpa banyak bicara lagi, pengwal itu dipanggil untuk masuk.
Baginda berpesan kepada algojo untuk melanjutkan hukuman lecut kepada pengawal yang zalim itu dengan sabetan yang sangat keras, sekeras-kerasnya.
Algojo dengan suka cita menerima titah Baginda.
Tak mengherankan jika pengawal itu hampir pingsan terkena lecutan keras itu.
Abu Nawas merasa sangat senang berbagi lecutan dengan pengawal ini.
Namun demikian, Abu Nawas belum juga puas,karena harusnya dia mendapat hadiah dari Baginda.
Hari berikutnya, Abu Nawas menemui pengawal itu dan berkata,
"Tahukah engkau apa yang bisa akulakukan terhadap dirimu kapanpun aku mau?" ancam Abu Nawas.
"Tidak," jawab pengawal itu ketakutan.
"Karena engkaulah aku tidak membawa hadiah apa-apa kecuali lecutan. Kalau engkau tidak mau mengganti hadiah yang mestinya aku terima maka aku akan mengadukan kepada Baginda," kata Abu Nawas yang mengetahui kalau pengawal ini suka terima suap juga dari orang lain.
Karena takut, maka pengawal itu bersedia menjual ladang hasil kecurangannya di masa lalu.
Dan selanjutnya ia memohon kepada Abu Nawas agar tidak mencelakakan dirinya lagi.
Abunawaspun setuju.
Akhirnya....
Dengan dari hasil penjualan ladang milik pengawal, uangnya dibagikan kepada yang membutuhkan, terutama tetangganya yang miskin tadi.
Agaknya masih bisa dilanjutkan, lain kali ketemu dengan Cerita ABU NAWAS yang lain.
(maaf jika ada kata yang kurang berkenan dan menyinggung hati para pembaca.
Ini hanya sebuah Kisah, cerita dan dongeng belaka).